Ngonthel ke Somoroto dengan KH M. Qosim




KH M. Qosim adalah Kiyai Banaran yang setiap hari naik sepeda, ke Madiun, Barat Ngawi, Mililir, dst. Ketika suatu saat ketemu beliau, saya bilang : " Kapan-kapan ngonthel ke Ponorogo Pak Kiyai ". Saya pikir beliau menolak ajakan tersebut, eh ternyata antusias sekali menerima ajakan tersebut, dan saking antusiasnya beliau mau menjemput saya ke Madiun melalui Singgahan, Balerejo, Bacem, Nglandung, Kaibon, Madiun. Tidak enak rasanya kalau sampai beliau menjemput ke Madiun, akhirnya saya putuskan setelah turun dari musholla langsung berangkat, alhamdulillah ketemu beliau di bulak sawah antara Bacem dan Nglandung. Dari situ balik lagi ke Balerejo, Druju, dan seterusnya, kadang melewati jalan tengah sawah, sampai di Tambakmas dan terus ke nDanyang Ponorogo. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Somoroto, kami mengisi bahan bakar dulu makan nasi pecel di Pasar nDanyang. Setelah tiba di Somoroto, beliau saya ajak mampir di rumah Pak Sudarmadi (putro ragil mbah Soedjarwo, guru di desa Banaran tahun 50-an). Kerawuhan Pak Kiyai Qosim, pak Sudarmadi seneng sekali dan merasa seperti mendapat sesuatu yang tak ternilai harganya, setelah menceritakan kabar keselamatan dan keluarga, ada 2 hal penting yang perlu kami sampaikan yaitu :

1. Pak Sudarmadi appreciate dan menghargai kebesaran hati serta keikhlasan KH Qosim untuk tetap menjadi Imam sholat Jum'at di masjid Lorkali, meskipun sudah punya masjid sendiri. Dalam hal ini KH Qosim bertujuan agar umat/jamaah tetap bersatu, dikhawatirkan kalau mengadakan sholat Jum'at sendiri maka umat/jama'ah akan pecah menjadi dua dan akan sulit untuk mempersatukan kembali.

2. Pak Sudarmaji bertanya : Mengapa khutbah Jum'at menggunakan bahasa Arab semua tidak disampaikan dalam bahasa Jawa/Indonesia ?. Apa takut kuwalat ?. Pak Kiyai menjawab bahwa khutbah dalam bahasa Arab itu sudah dilakukan oleh para Khotib/Kiyai sebelumnya. KH Qosim siap untuk menyampaikan khutbah seperti masjid-masjid yang lain, tetapi tidak dilakukan untuk menghindari pro dan kontra jama'ah dan gejolak ini akan berujung kepada perpecahan umat. Tidak akan kuwalat seandainya khutbah disampaikan dalam bahasa Jawa/indonesia, demikian penjelasan KH Qosim menjawab pertanyaan tersebut.

Pulangnya, kami mampir di rumah H. Basori, dan terus terang minta minum karena haus sekali. Karena sendirian, H. Basori membuatkan es susu milo dan mie goreng, alhamdulillah dapat memulihkan tenaga yang sudah terkuras setelah ngonthel dari Ponorogo. Bertambah seneng karena di rumah H. Basori, ketemu Pak Wazir (putro Pak H. Fachruddin, mantan Jogoboyo Banaran) kawan lama saya dulu (foto : paling atas di rumah Pak Sudarmadi, selanjutnya di rumah Pak H. Basori).

Dari pembicaraan baik ketika berhenti maupun dalam perjalanan pulang pergi Banaran-Somoroto, saya berpendapat bahwa beliau adalah " Kiyai Gaul " artinya beliau mau bergaul dengan semua lapisan masyarakat/jama'ah dengan berbagai latar belakang. Subhanalloh walhamdulillah.....

0 comments:

Post a Comment