Pertanian, Khittah Ekonomi Kerakyatan NU

Mayoritas warga NU menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sudah selayaknya PBNU mencurahkan perhatiannya pada pengembangan sektor pertanian guna mengangkat nasib jutaan petani yang notabene mayoritas nahdliyin. KH Said Aqil Siradj dalam rapat pertama harian syuriyah-tanfidziyah yang diselenggarakan PBNU pekan lalu dengan tegas menjadikan pertanian dan nelayan sebagai salah satu lima program pokok PBNU. Selanjutnya, menjadi tugas penting bagi Lembaga Pengembangan Pertanian (LP2NU) untuk menggerakkan sektor ini.
Ahli Pertanian UGM, yang kini juga menjadi salah satu ketua PBNU Prof Dr Maksum mendukung program ini dan menegaskan betapa pentingnya sektor pertanian, tetapi diabaikan oleh pemerintah, sebagai akibatnya, banyak produk pertanian terpaksa diimpor.

“Sebagai negara agraris, Indonesia melakukan importasi terhadap segala macam pangan utama, korban utamanya adalah produsen domestik, yaitu rakyat tani yang mayoritasnya adalah Nahdliyyin,” katanya kepada NU Online, Selasa.

Ia mencontohkan tahun 2009 negara mengimpor garam dapur sampai 70 persen, padahal banyak daerah yang menjadi produsen garam seperti di Pati, Rembang dan Sumenep.

“Kenapa import dipilih sebagai solusi? Kenapa bukan melakukan pembenahan sistem produksi basis Nahdliyin untuk efisien dan bersaing? Kalo garam negeri maritim ini harus impor begitu besar, lantas apa lagi yg dibanggakan?” tanyanya.

Balada yg sama terjadi pula pada kedele yang 70 persen impor, daging sapi 40 persen, susu sapi 70 persen, bawang putih 90 persen, gula 40 persen, dan lain-lain. Untuk terigu? tentu 100 persen. Masih banyak lagi balada di Republik tercinta.

“Sekilas gambaran ini mengisyaratkan cakupan gerak NU dan LP2NU ke depan mulai dari tingkat mikro sampai makro dalam menegakkan Khitthah Ekonomi Kerakyatan NU, al-zirai'yyah,” tambahnya.

Dijelaskannya, pada tingkat mikro, benah pemberdayaan harus mulai ditata ulang melalui pendampingan Rakyat Tani, lahan, tata air, teknologi, pasar, kapital, dan lainnya merupakan ranah benah yang sampai sekarang nyaris jalan di tempat.

“Untuk kapital misalnya, pengembangan Kredit Pedesaan nyaris gagal total menyentuh Rakyat Tani Miskin, RTM Nahdliyin. Ini fakta. Solusinya? Kalo NU tidak bisa kembangkan sistem keuangan pedesaan ya kehilangan momentum. Untuk ini BMT harus digalakkan oleh Lembaga Perekonomian NU,” tandasnya.

Pendampingan teknologis dan advokatifnya harus dijalankan oleh LP2NU bersama dengan LPNU. Urusan produktifitas, efisiensi dan daya saing melalui pendekatan pemberdayaan pada tingkat mikro petani.

“Ini harus harus dilakukan lebih methodologis, bahasa NU-nya lebih manhajiyyah. Pertanian inilah sesungguhnya konsentrasi utama Khitthah Ekonomi Kerakyatan NU,” tegasnya.

Upaya advokasi juga harus dilakukan sampai pada tingkatan makro karena ashbabul masa'il, biang persoalannya sesungguhnya adalah kebijakan makro yg selama ini menganak-tirikan rakyat tani miskin, RTM meskipun persoalan mikro, efisiensi dan daya saing adalah keniscayaan yang harus dibenahi serius.

“Karena itu advokasi pada tingkat meso dan makro harus juga senantiasa dilakukan oleh LP2NU dan bahkan PBNU agar supaya pembangunan perekonomian nasional tidak semakin salah kiblat, tidak semakin dholim terhadap kehidupan mayoritas warga NU, RTM Nahdliyyin,” terangnya. (mkf/nuonline) 5 Mei 2010 12:57:41 (www.gusmus.net)

baca semua...