Rumah Paling Utara


Rumah paling utara di desa Banaran adalah rumah almarhum Pak Hasyim dan sekarang dikontrak oleh Pak Djiono yang dipakai sebagai Toko Material. Lokasinya berbatasan dengan desa Klorogan dan terletak di sebelah utara kanal. Harga material di toko ini relatif lebih murah, apalagi kalau membeli keramik, beberapa orang mengatakan bisa lebih murah daripada toko Keramik di Madiun kota. Silahkan coba !.

baca semua...

Ada apa di dalam Ka'bah

Jangankan untuk masuk ke dalam Ka'bah, untuk mencium hajar aswad saja sangat sulit, memerlukan kesabaran dan perjuangan mental dan phisik. Untuk ibu2 disarankan melihat dari jauh saja, karena sangat berat dan resikonya malah berdosa. Misalnya saya pernah melihat seorang ibu nekad sampai terlepas jilbabnya juga sebagian mukenanya, ini sama dengan membuka aurat di depan ka'bah, berdosa !, na'udzubillahi min dzalik.
Subhanalloh walhamdulillah, saya mendapat sebuah foto di dalam ka'bah dari seorang teman (foto di atas). Untuk masuk ka'bah adalah suatu mission impossible. Keluarga Presiden Suharto pernah diijinkan oleh Raja Fath masuk ka'bah. Kalau kita cukuplah melihat fotonya.... (kiriman : Purwanto)

baca semua...

Rumah Petak Milik Nabi


Kamis, 19 November 2009 | 13:54 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Bersujud di depan makam Nabi Muhammad SAW rasanya seperti tersedot magnet raksasa. Ada rasa haru yang mengiris-iris. Bukan kesakralan makam itu yang membuat banyak orang--termasuk saya--sesenggukan. Bukan pula tawaran pahala yang dijanjikan bila salat di Raudah--wilayah antara makam Nabi dan mimbar khutbah di Masjid Nabawi--yang membuat tubuh ini lunglai. Tapi, bayangan betapa sederhananya rumah Nabi itulah mata kami sembab.

Makam itu persis ada di rumah Nabi dulu. Rumah yang mungil. Bahkan, rumah tipe 21 pun masih lebih luas dari rumah Nabi. Ukurannya mungkin sama dengan rumah-rumah petak yang ada di Jakarta. Rumah itu kini masuk dalam bagian Masjid Nabawi dan hanya ditutup ukiran kayu. Di dalam rumah itu ada makam Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Nabi yang diagungkan itu--bahkan para malaikat pun tak henti membaca shalawat untuknya--ternyata hidup jauh dari standar sederhana. Tak ada AC atau penghangat saat angin dingin membekukan Madinah. Tak ada kasur empuk atau spring bed. Tak ada sofa mewah atau kursi ukiran yang melingkar-lingkar. Tak ada kemewahan seperti yang ditawarkan Electrolux, King Koil, Panasonic, Avanza, atawa Lexus. Juga tak ada keindahan seperti yang disodorkan Dolce & Gabbana, Gucci.

Umar pernah minta izin menemui Nabi SAW. Ia melihat beliau sedang berbaring di atas tikar kasar terbuat dari pelepah Tamar. Sebagian tubuh Nabi tampak berada di atas tanah. Dia juga cuma berbantalkan pelepah kurma. Umar pun menangis.

"Mengapa engkau menangis?" Nabi bertanya. Umar menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membuat bekas pada tubuhmu. Engkau ini Nabi Allah dan kekasihNya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar lainnya duduk di singgasana emas dan bantalnya sutera".

Mungkin ingatan cerita ini membuat tubuh saya dan orang-orang di sekitar saya menggigil dan menangis. Teringat garis-garis bekas pelepah di pipi Nabi. Lalu melayang lagi percakapan Nabi dan Umar.

Nabi pun menasehati Umar, "Mereka (kaisar dan orang kaya) telah menyegerakan kesenangannya. Itu akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan yang nantinya kita pakai untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia adalah seperti orang yang bepergian pada musim panas. Sejenak berlindung di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya. "

Kata Nabi lagi, sisakan kesenangan di dunia ini untuk bekal akherat. Dalam sepekan, tahanlah nafsu, lapar dan haus, paling tidak dua hari. Lakukan shaum senin-kamis. Dua puluh empat jam sehari, sisakan waktu satu-dua jam untuk sholat fardlu dan membaca al-Qur'an. Delapan jam waktu tidur, buanglah barang 15 menit saja untuk sholat tahajud.

"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," ujar Nabi Saw ketika sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat. "Air yang menempel di jarimu itulah dunia. Sisanya adalah akherat".

Bayangan cerita itu semakin membuat kami ini tak sanggup mengangkat kepala dari sujud di depan makam Nabi. Duh Gusti, ampuni kami.

baca semua...

Agar Tak Buntung Saat Menukar Rupiah ke Riyal


Informasi ini dapat dipakai oleh jama'ah haji tahun depan, karena jama'ah tahun ini sudah di tanah suci, bahkan saat ini mereka sudah mempersiapkan wuquf di Arafah.
Selasa, 27 Oktober 2009 | 16:57 WIB, TEMPO Interaktif, Jakarta: Menukar uang untuk bekal pergi haji ke Arab Saudi itu gampang-gampang susah. Kalau tak hati-hati bisa-bisa kita terbentur pada harga Riyal yang mahal. Saat ini normalnya, satu Riyal setara dengan Rp 2.540. Namun, saat musim haji seperti sekarang ini di money-changer biasanya mencapai satu Riyal = Rp 2.700 atau bahkan Rp 3.000. Bagaimana agar kita mendapatkan kurs Riyal yang murah?

1. Usahakan tukar tidak dekat musim haji. Semakin dekat musim haji, maka akan semakin mahal kurs Riyal

2. Kalau terpaksa menukar di musim haji, tukarlah Rupiah di Indonesia, bukan di Arab Saudi. Di Arab harga satu riyal bisa setara dengan Rp 3.000 sampai Rp 3.300. Di Tanah Suci biasanya kursnya lebih mahal kecuali kita bisa menukar ke sesama jemahaan haji dengan "harga pertemanan."

3. Hindari menukar uang di embarkasi atau di bandara keberangkatan. Kurs satu Riyal biasanya sudah mulai tinggi sekitar Rp 2.700 hingga Rp 3.000 bahkan bisa lebih.

4. Lebih baik menukar di money changer besar, bukan agen di jalan-jalan.

5. Beberapa jemaah haji yang pintar mereka menukar rupiah dengan pergi ke bandara Soekarno Hatta di Terminal kedatangan TKI. "Di sana kursnya dua bulan sebelum haji bisa murah, hingga Rp 2.500," kata seorang jemaah haji.

6. Bila terpaksa menukar Rupiah di Tanah Suci, akan lebih murah bila kita menukar dengan sesama jemaah haji yang sudah akan pulang ke Indonesia. Mereka biasanya akan banting harga karena berpikir lebih baik bawa pulang rupiah ketimbang Riyal.

Selamat berburu Riyal.BS

baca semua...

SMP Terbuka ?

Radar Madiun
Sabtu, 17 Oktober 2009
Melongok SMP Terbuka di Sidomukti, Plaosan, yang Digagas Sutikno Sang Kades
"Saya Tidak Ingin Anak-Anak Hanya Tamat SD"

Anak adalah masa depan orang tua. Karenanya, bekal terpenting adalah pendidikan yang layak. Di Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan, Magetan, ada SMP Terbuka untuk menampung siswa dari keluarga kurang mampu. Sutikno, sang kades, adalah sosok berjasa di lembaga itu?

M. ARIF WIDIYANTO, Magetan

PENGGALAN syair lagu ''Garuda di Dadaku'' dinyanyikan dengan lantang oleh Yudi Kurniawan. Sesekali, temannya menyahut bait demi bait tembang yang dipopulerkan grup band Netral tersebut. ''Garuda di dadaku... Garuda kebanggaanku. Ku yakin hari ini pasti menang... Kobarkan semangatmu... Tunjukkan sportivitasmu... Ku yakin hari ini pasti menang,'' ucap Yudi dari lobi lantai dua balai desa Sidomukti, Plaosan, Magetan, Kamis siang (8/10).

Lagu yang menjadi soundtrack film ''Garuda di Dadaku'' itu seakan menjadi pelecut Yudi, Nanang, Dwi Ayu Kurnia, Dwi Yuliati bersama empat temannya yang sekolah di SMP Terbuka, Desa Sidomukti. Meski belum pernah melihat film yang mengisahkan perjuangan bocah yang menembus Timnas PSSI, kedelapan anak desa di lereng selatan Gunung Lawu itu termotivasi merenda masa depan dari bangku SMP Terbuka. ''Senang akhirnya bisa terus sekolah. Apalagi, di sini sekolahnya gratis,'' tutur Yudi, siswa kelas VII SMP Terbuka sembari membuka-buka buku catatan pelajaran IPS untuk melihat pekerjaan rumah yang ditugaskan sang guru.

Sebelum masuk SMP Terbuka, Yudi sebenarnya ingin melanjutkan ke SMP Negeri 2 Plaosan. Lantaran orang tuanya kurang mampu, niatan anak kedua dari tiga bersaudara itu pupus. Namun, asa Yudi membuncah setelah mendengar di desanya akan dibuka sekolah lanjutan tingkat pertama. Semangatnya kembali menyembul tatkala ayahnya diundang pemerintah desa untuk sosialisasi program SMP Terbuka. ''Meski temannya sedikit, sekolah di sini (SMP Terbuka, Red) sama saja seperti di SMP negeri. Gurunya juga enak-enak,'' imbuh Dwi Ayu Kurnia, teman Yudi sambil membetulkan letak kaos kaki putih yang berlabel SMP Negeri 1 Plaosan, sekolah induk SMP tersebut.

Dwi Kurnia adalah putri Mariyem, seorang ibu rumah tangga dengan penghasilan pas-pasan dari buruh menganyam caping. Dari pekerjaan yang diorder tetangganya tersebut, dia membawa pulang uang sekitar Rp 300 ribu tiap bulan. Sedangkan suami merantau ke luar Jawa. ''Kalau tidak ada SMP Terbuka, saya tidak bisa meneruskan sekolah. Karena ibu tidak ada biaya,'' aku Dwi lirih.

Bagi Mariyem, dibukanya SMP Terbuka di desanya adalah kabar menggembirakan. Sejak diberitahu perangkat desa Sidomukti, perempuan paro baya itu bersemangat mengikuti sosialisasi, Juni 2009 silam. ''Alhamdulillah mas. Dwi akhirnya bisa meneruskan ke SMP. Kalau tidak ada sekolah ini, mungkin ya hanya tamat SD saja,'' kata Mariyem dengan mata berbinar saat didatangi koran ini bersama Jono, guru SMP Negeri 1 Plaosan sekaligus penanggung jawab sehari-hari SMP Terbuka.

Mariyem mengaku terbantu dengan sekolah khusus tersebut. Dengan penghasilan minim, dia tidak bisa berpikir biayanya darimana jika anaknya masuk sekolah reguler.

Jika Dwi masuk sekolah umum, tentu, dia akan disibukkan dengan urusan pembayaran uang gedung, dana seragam dan alat tulis yang harus disediakan saat tahun ajaran baru. Belum lagi biaya Dwi sehari-hari, misalnya, uang saku.

Pendirian SMP Terbuka tak lepas dari peran Kepala Desa Sidomukti, Sutikno. Gagasan itu, muncul setelah bertandang ke rumah koleganya, Jono, guru SMP Negeri 1 Plaosan. Sore itu, di rumah Jono ada beberapa anak yang sedang belajar bersama.

Sutikno yang mantan guru lantas bertanya perihal apa yang dilakukan anak-anak putus sekolah tersebut. ''Jawabannya membuat saya agak terkejut. Kata Pak Jono, anak-anak itu sedang dikarantina menghadapi ujian nasional. Mereka ini dari sekolah terbuka yang menginduk ke SMP 1 Plaosan,'' cerita pak lurah.

Kades yang pernah menyabet perhargaan pemerintahan desa tingkat nasional itu, lantas bertanya panjang lebar kepada Jono. Dia juga berkonsultasi kepada Kepala SMP Negeri 1 Plaosan, Retno Purwaningsih. Dia bahkan mencari informasi ke Dinas Pendidikan Magetan soal SMP Terbuka. ''Tiap hari saya terus memikirkan rencana mendirikan SMP Terbuka. Karena, saya tidak ingin anak-anak Sidomukti, terutama dari keluarga beruntung ini, pendidikannya hanya tamatan SD,'' papar Sutikno.

Sebagai kepala desa, Sutikno juga merasa harus bertanggung jawab ikut menyukseskan program wajib belajar 12 tahun. ''Kalau inisiatif tidak datang dari pemerintahan desa, siapa lagi. Dari situlah, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya dan teman-teman perangkat desa sepakat membuka kelas SMP Terbuka di sini (Sidomukti, Red),'' terang dia.

Ide tersebut gayung bersambut. SMP Negeri 1 Plaosan melihat ada motivasi kuat terkait rencana mendirikan sekolah terbuka di Sidomukti. Sinyal hijau ini ditangkap oleh pemerintahan desa dengan melakukan pendataan siswa kelas VI SD Sidomukti.

Dari data yang diambil jauh sebelum kelulusan tahun ajaran 2008/2009 lalu, didapat sejumlah anak dari keluarga miskin (gakin). ''SMP Terbuka ini memang diprioritaskan kepada anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu,'' tuturnya

Pendekatan pun dilakukan. Tercatat, di awal pendataan, ada 15 anak yang tersaring. Mereka lantas diundang ke balai desa untuk diberikan pemahaman. ''Tapi, di tengah perjalanan, tinggal sembilan anak yang mendaftar. Ada pihak-pihak yang kontra dengan langkah kami ini,'' jelas Sutikno.

Cibiran tersebut dianggap Sutikno dkk sebagai hal yang lumrah. Sebab, SMP Terbuka adalah wacana baru bagi masyarakat pedesaan seperti Sidomukti ini. ''Ada yang mengatakan sekolahnya tidak legitimasi. Terus, ada yang ngomong nanti setelah lulus akan telantar dan ijazahnya tidak diakui,'' papar dia.

Meski ada yang mencibir, proyek sosial ini pun berlanjut. Bagi keluarga kurang mampu yang tertarik terus dimotivasi. Sedangkan, yang terpengaruh oleh gesekan orang yang tidak suka ditinggal. Pihak desa menyulap satu ruangan di lantai dua kantor desa setempat untuk kegiatan belajar mengajar. Sutikno juga menyediakan bangku dan kursi serta papan tulis untuk generasi penerus Desa Sidomukti.

''Setiap niat mulia pasti ada jalan. Dan sungguh ironis kalau anak-anak saya ini hanya tamat SD. Apalagi persaingan di masa mendatang sangat berat dan kejam. Mereka harus bisa sekolah SMP dan hingga SMA,'' jelas Sutikno.

Akhirnya, jerih payah Sutikno dan perangkat desa terealisasi. Pada tahun ajaran 2009/2010, secara resmi SMP Terbuka memulai kegiatan belajar mengajar dengan murid berjumlah delapan anak.

Saat tahun ajaran baru, kedelapan pelajar ini juga ikut MOS (masa orientasi sekolah) di SMPN 1 Plaosan. Yudi, Nanang, Dwi Ayu dan kawan-kawan juga ikut kegiatan Persami (perkemahan Sabtu-Minggu) serta kegiatan ekstrakurikuler lain di sekolah induk. ''KBM-nya masuk siang dan full satu minggu. Mulai Senin hingga Jumat. Khusus hari Sabtu, anak-anak kami bawa ke SMP 1 untuk pelajaran ekstrakurikuler. Dengan begitu, mereka tidak merasa asing atau terkucilkan. Mereka juga tetap memiliki teman,'' ujar kepala SMP Negeri 1 Plaosan, Retno Purwaningsih.

Menurutnya, program KBM di SMP Terbuka ini tidak sama dengan sekolah reguler. Anak-anak tersebut lebih difokuskan pada materi pelajaran Ujian Nasional (Unas). Yakni, bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris dan IPS. ''Untuk menambah skill, mereka ikut ekstrakurikuler. Setiap ada kegiatan di sekolah induk, mereka juga selalu dilibatkan,'' jelar Retno.

Di awal pendirian SMP Terbuka ini, Retno dan guru di SMP Negeri 1 Plaosan sempat ragu. Namun, melihat kegigihan kepala desa dan perangkat Sidomukti, pihaknya tidak bisa menolak gagasan mulia tersebut. ''Apalagi setelah KBM berjalan, kami selaku sekolah pembimbing melihat ada motivasi kuat pada diri anak dan pihak desa. Beda dengan sekolah terbuka lain yang kami tangani. Kami juga bersemangat mengelola sekolah ini,'' jelas dia.

Dalam proyek sosial ini, Retno memilih guru yang memiliki keinginan dan kepedulian kuat untuk membagikan ilmunya kepada anak-anak dari keluarga kurang beruntung itu. ''Kami tidak tega untuk menelantarkan mereka. Ini proyek akhirat bagi kami,'' terangnya.

Meski tidak digaji tambahan, para guru juga merasa enjoy memberikan ilmunya kepada Yudi, Nanang, Dwi dkk. Apalagi, melihat semangat kedelapan siswa SMP Terbuka yang dari hari ke hari tetap menyala. ''Selama ini, operasional sekolah ini dari dana BOS (bantuan operasional sekolah). Di luar itu tidak ada.''

Mulai bulan depan, kepala desa Sidomukti, Sutikno akan membuatkan buku tabungan bagi siswa dan orang tuanya. Buku tersebut harus diisi dana minimal Rp 50 ribu tiap bulannya. Selama tiga tahun, diperkirakan akan terkumpul dana sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. ''Itu bukan iuran atau untuk biaya di SMP Terbuka. Tabungan tersebut kelak akan digunakan biaya masuk SMA. Karena, cita-cita saya, anak-anak ini harus lulus SMA atau sederajat,'' kata Sutikno.

Bagi Yudi, Nanang, Dwi dkk, bersekolah di SMP Terbuka membuat masa depannya tersingkap. Yudi bahkan sudah memantapkan hati untuk menamatkan pendidikannya di sekolah yang dirintis oleh Sutikno. ''Saya ingin meneruskan ke SMA. Kalau bisa sampai kuliah,'' asa Yudi yang bercita-cita menjadi insinyur pertanian. ***(irw)

baca semua...

Wong Banaran jadi Rektor


Sekarang ini mungkin kita sudah biasa mendengar Wong Banaran jadi pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, atau pegawai swasta. Semua wong Banaran juga tahu, tetapi mungkin belum banyak yang tahu bahwa ada Wong Banaran yang jadi Rektor. Dia adalah Ir. Sukarji, MM, Rektor/Direktur Politeknik LPP Yogyakarta, putera almarhum Bapak Sadikun. Kalau generasi sekarang mungkin lebih informatif bahwa dia adalah adik kandung Pak Harno, Sekdes Banaran. Informasi ini semoga dapat memicu semangat untuk lebih maju terutama yang masih di bangku pendidikan /kuliah dan juga bagi siapa saja khususnya Wong Banaran yang sudah punya kebun di luar Jawa bisa menguliahkan anak/cucunya di Politeknik LPP Yogyakarta.

BIODATA
Nama : Ir. Sukarji, MM
TTL : Madiun, 17 Agustus 1963
Alamat Rumah : Perumahan LPP Balapan, Jl Kalisahak 13 Yogyakarta 55222
Tlp/Hp : 0274-542448, 08112508860
Alamat Kantor : Politeknik LPP, Jl. LPP No. 1A Yogyakarta
Tlp Kantor : (0274)586201, 555776. Fax : (0274) 520082, 585274

Pendidikan :
1. S2 Magister Manajemen (Agrobisnis) IPB Bogor lulus 1997
2. S1 Fakultas Pertanian (Agronomi) IPB Bogor lulus 1987
3. SMA Negeri Uteran (Geger) Madiun lulus 1983
4. SMP Negeri I Dolopo lulus 1980
5. SD Negeri I Banaran lulus 1976

Pengalaman Kerja :
1. PT Tani Unggul Sarana, Semarang, 1989-1990
2. LPP (Lembaga Pendidikan Perkebunan) Yogyakarta, 1990-sekarang

Jabatan di LPP :
1. Tenaga Profesional LPP, 1990-sekarang
2. Kepala BLK LPP Ngabang, Kalimantan Barat, 1991-1995
3. Ka Ur Monitoring & Pelaporan LPP Kantor Pusat, 1998-2006
4. Direktur Politeknik LPP, 2006-sekarang

Keluarga :
Isteri : Hariyati
Anak-anak :
1. Karina Damayanti/16 th
2. Sifa Fardhiana/12 th
3. Rizky Adinda Febriyanti/9 th

Hobi : Berkebun dan memelihara hewan piaraan
Moto : Dengan mencintai dan menikmati kehidupan ini di manapun kita berada, maka kedamaian dan kebahagiaan senantiasa akan kita dapatkan.

baca semua...

Presiden dan Wakil Presiden dilantik


SBY-Boediono telah resmi mengemban tugas sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2009-2014. Para Menteri KIB-2 juga telah diumumkan seperti di bawah ini. Salah satu komitmen Presiden pada pidato pelantikannya adalah "meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia". Analogi dengan ini, komitmen Kades Banaran terpilih seharusnya adalah "meningkatkan kesejahteraan warga desa Banaran". Insya Alloh bisa......

MENTERI KOORDINATOR

1. Menko Politik Hukum dan Keamanan : Marsekal (Purn) Djoko Suyanto
2. Menko Perekonomian : Hatta Rajasa
3. Menko Kesra : R Agung Laksono
4. Sekretaris Negara : Sudi Silalahi

MENTERI DEPARTEMEN

1. Menteri Dalam Negeri : Gamawan Fauzi
2. Menteri Luar Negeri : Marty Natalegawa
3. Menteri Pertahanan : Purnomo Yusgiantoro
4. Menteri Hukum dan HAM : Patrialis Akbar
5. Menteri Keuangan : Sri Mulyani
6. Menteri ESDM: Darwin Saleh
7. Menteri Perindustrian : MS Hidayat
8. Menteri Perdagangan : Mari E. Pangestu
9. Menteri Pertanian : Suswono
10. Menteri Kehutanan : Zulkifli Hasan
11. Menteri Perhubungan : Freddy Numberi
12. Menteri Kelautan dan Perikanan : Fadel Muhammad
13. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi : Muhaimin Iskandar
14. Menteri Pekerjaan Umum : Djoko Kirmanto
15. Menteri Kesehatan : Endang Rahayu Sedianingsih
16. Menteri Pendidikan Nasional : Mohammad Nuh
17. Menteri Sosial : Salim Segaf Al Jufri
18. Menteri Agama : Suryadharma Ali
19. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata : Jero Wacik
20. Menteri Komunikasi dan Informasi : Tifatul Sembiring

MENTERI NEGARA

1. Menteri Riset dan Teknologi : Suharna Suryapranata
2. Menteri Koperasi dan UKM : Syarifudin Hasan
3. Menteri Lingkungan Hidup : Gusti Muhammad Hatta
4. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Linda Amalia Sari
5. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara : E.E Mangindaan
6. Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal : Ahmad Helmy Faishal Zaini
7. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional : Armida Alisjahbana
8. Menteri BUMN : Mustafa Abubakar
9. Menteri Pemuda dan Olahraga : Andi Alfian Mallarangeng
10. Menteri Perumahan Rakyat : Suharso Manoarfa

PEJABAT SETINGKAT MENTERI

1. Kepala BIN: Jenderal (Purn) Sutanto
2. Kepala BKPM: Gita Wirjawan
3. Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan Pengedalian Pembangunan: Kuntoro Mangkusubroto (anw/gah)

baca semua...

Pak Misran Kades Banaran 1975-1990


Beliau memimpin desa Banaran selama 15 tahun (1975-1990). Tetapi beliau masih enerjik meskipun sudah kelihatan guratan di kulit wajahnya. Alhamdulillah saya masih sempat mengabadikan foto beliau sekalian (purwanto)

baca semua...

Matur Suwun Pak Misran, Mbah Musdam, dan Pak Syam


Lagi asyik ngobrol di Balai Desa Banaran dengan Pak Syamsunaji yang sampai sekarang masih menjabat Kepala Desa Banaran sampai dilantik Kepala Desa Banaran terpilih, tiba2 datang Pak Misran (mantan Kades Banaran). Pak Misran habis ketemu dengan Mbah Musdam dan mendapatkan data nama-nama orang-orang penting yang pernah menjadi Lurah/Kepala Desa Banaran (Lihat slide show sebelah kanan tengah).

baca semua...

Hikmah membaca Al-Qur'an

(Mengapa kita membaca AlQuran meskipun kita tidak mengerti satupun artinya?)

Kalau kita renungkan, secara logika berfikir manusia bahwa membaca sesuatu tanpa mengerti artinya itu adalah perbuatan yang sia-sia. Tetapi membaca Al-Qur'an tidaklah berlaku cara berfikir seperti itu, karena ternyata membaca Al-Qur'an ada hikmah yang luar biasa meskipun tanpa mengerti artinya. Berikut sebuah cerita yang indah yang dapat memberikan semangat kepada kita untuk membaca Al-Qur'an

Seorang Muslim tua Amerika bertahan hidup di suatu perkebunan di suatu pegunungan sebelah timur Negara bagian Kentucky dengan cucu lelakinya yg masih muda. Setiap pagi Kakek bangun lebih awal dan membaca Quran di meja makan di dapurnya.

Cucu lelaki nya ingin sekali menjadi seperti kakeknya dan mencoba untuk menirunya dalam cara apapun semampunya. Suatu hari sang cucu nya bertanya, " Kakek! Aku mencoba untuk membaca Qur'An seperti yang kamu lakukan tetapi aku tidak memahaminya, dan apa yang aku pahami aku lupakan secepat aku menutup buku. Apa sih kebaikan dari membaca Qur'An?

Dengan tenang sang Kakek dengan meletakkan batubara di tungku pemanas sambil berkata , " Bawa keranjang batubara ini ke sungai dan bawa kemari lagi penuhi dengan air."

Maka sang cucu melakukan seperti yang diperintahkan kakek, tetapi semua air habis menetes sebelum tiba di depan rumahnya.

Kakek tertawa dan berkata, "Lain kali kamu harus melakukukannya lebih cepat lagi," Maka ia menyuruh cucunya kembali ke sungai dengan keranjang tsb untuk dicoba lagi. Sang cucu berlari lebih cepat, tetapi tetap, lagi2 keranjangnya kosong sebelum ia tiba di depan rumah.

Dengan terengah-engah, ia berkata kepada kakek nya bahwa mustahil membawa air dari sungai dengan keranjang yang sudah bolong , maka sang cucu mengambil ember sebagai gantinya.
Sang kakek berkata, " Aku tidak mau satu ember air ; aku hanya mau satu keranjang air.

Ayolah, usaha kamu kurang cukup," maka sang kakek pergi ke luar pintu untuk mengamati usaha cucu laki-lakinya itu. Cucu nya yakin sekali bahwa hal itu mustahil, tetapi ia tetap ingin menunjukkan kepada kakek nya, biar sekalipun ia berlari secepat-cepatnya, air tetap akan bocor keluar sebelum ia sampai ke rumah.

Sekali lagi sang cucu mengambil air ke dalam sungai dan berlari sekuat tenaga menghampiri kakek, tetapi ketika ia sampai didepan kakek keranjang sudah kosong lagi. Sambil terengah-engah ia berkata, " Lihat Kek, percuma!" " Jadi kamu pikir percuma?"

Kakek berkata, " Lihatlah keranjangnya. " Sang cucu menurut, melihat ke dalam keranjangnya dan untuk pertama kalinya menyadari bahwa keranjang itu sekarang berbeda.. Keranjang itu telah berubah dari keranjang batubara yang tua kotor dan kini bersih, luar dalam. "

Cucuku, hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Qur'An.. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya, tetapi ketika kamu membaca nya lagi, kamu akan berubah, didalam dan diluar dirimu. Itu adalah kehendak Alloh terhadap kehidupan kita.

Jika kamu merasa Iinformasi ini patut dibaca, maka sampaikan (langsung/email) ke teman-temanmu. Seperti sabda Nabi Muhammad( SAW) : " Bagi siapa saja yang membawa kebaikan maka akan mendapat ganjaran yang sama "

baca semua...

Pertanian Harus menjadi landasan ekonomi Indonesia


Pertanian Harus menjadi landasan ekonomi Indonesia
Ditulis oleh merdeka Rabu, 07 Oktober 2009 10:27

FERRY JOKO JULIANTONO , Semaju dan sehebat apapun sebuah negara, pasti menjadikan sektor pertanian sebagai landasan bagi pembangunan ekonominya. Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Cina juga negara-negara Eropa. Negara-negara tersebut membangun industri yang terintegrasi, dari hulu sampai hilir dan sektor pertanian dijadikan sebagai bahan bakar perekonomian nasionalnya. Bahkan sampai saat ini Amerika Serikat menjadi salah satu negara industri modern yang tetap melakukan dukungan dan proteksi dibidang pertanian.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara tersebut, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara yang lebih besar, karena Indonesia sudah ditakdirkan sebagai negara pertanian dengan anugerah sumber daya alam yang melimpah. Luas daratannya yang subur terhampar merata dari Ujung Papua sebelah Timur sampai Pulau Weh disebelah Barat, disertai dengan dukungan iklim tropis, dan mayoritas penduduknya berpenghidupan dari sektor pertanian.

Potensi yang sangat besar tersebut belum teroptimalisasi untuk menjadi pendorong bagi kemajuan bangsa. Sejak kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, pasang surut perhatian pemerintah pada bidang pertanian terlihat begitu jelas. Nampak berbagai perbedaan kebijakan di bidang pertanian dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya seolah tidak ada arah yang jelas dan tidak saling berhubungan serta tidak terintegrasi dengan bidang-bidang lainnya, bahkan cenderung tersisih oleh bidang ekonomi. Hal itu disebabkan oleh: (1) Tidak dijadikannya bidang pertanian sebagai landasan dalam pembangunan ekonomi nasional; (2) Tidak pernah tuntasnya penyelesaian berbagai masalah pertanahan di Indonesia; (3) Kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian dalam penataan produksi.

Setelah 64 tahun Indonesia merdeka, kontribusi sektor pertanian dalam PDB telah mengalami penurunan yang sangat cepat. Pada tahun 1969 sektor pertanian menyumbang 40,2% PDB, sementara pada tahun 2003 menurun menjadi hanya sekitar 10,7%. Penurunan PDB sektor pertanian tersebut dari sudut logika pembangunan ekonomi merupakan fenomena yang normal bahkan dinilai sebagai suatu keberhasilan modernisasi ekonomi. Namun perubahan tersebut tidak disertai oleh penyerapan pangsa tenaga kerja. Dalam periode yang sama, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian hanya turun dari 67% pada tahun 1969 menjadi sekitar 46% pada tahun 2003. Artinya perubahan struktur ekonomi Indonesia berlangsung tidak seimbang, hal ini disebabkan antara lain oleh, (1) laju pertumbuhan tenaga kerja di sekitar pertanian-pedesaan lebih tinggi dibandingkan sektor industri dan jasa; (2) sektor industri dan jasa yang berkembang tidak mampu menyerap surplus tenaga kerja yang ada di pertanian-pedesaan. Hal ini cukup logis karena industri-industri yang berkembang di Indonesia selama ini cenderung bersifat footloose industry, dengan kandungan bahan impor mencapai 60% dan relatif padat modal (capital intensive); (3) tidak adanya upaya peningkatan kemampuan SDM di sektor pertanian-pedesaan yang memungkinkan mereka migrasi ke sektor industri dan jasa sementara industri pertanian di Indonesia sangat sedikit menyerap tenaga kerja karena hanya merupakan usaha pertanian penyedia bahan baku tidak membangun industri olahan. Penyerapan yang terjadi justeru pada luasan tanah yang membutuhkan ribuan sampai ratusan ribu hektar. Migrasi yang terjadi lebih besar ke sektor informal atau menjadi TKI.

Pada akhirnya ketidakseimbangan struktur ekonomi tersebut menjadikan pedesaan sebagai lumbung kemiskinan dan pengangguran. Menurut Bank Dunia kategori miskin adalah yang berpendapatan dibawah US$ 2/hari berarti sekitar 103 juta orang miskin dan 70% nya adalah petani yang tinggal dipedesaan. Kemiskinan dipedesaan tersebut diperkuat oleh data dari BPS hasil Sensus Pertanian tahun 1983 dan 1993 tentang semakin menyempitnya luas penguasaan tanah pertanian sebagai sebab utamanya. Dari rata-rata penguasaan 0,98 Ha untuk setiap Rumah Tangga Pertanian (RTP) pada tahun 1983, dimana untuk Jawa adalah 0,58 Ha dan 1,58 Ha untuk luar Jawa. Angka ini semakin mengecil pada tahun 1993 menjadi rata-rata 0,83 Ha untuk setiap RTP di mana 0,47 Ha untuk Jawa dan 1,27 Ha untuk luar Jawa. Sementara pada tahun 2003 menurut Sensus Pertanian BPS mengungkapkan jumlah petani gurem (luas lahan kurang dari 0,5 Ha) meningkat dari 10,8 juta RTP menjadi 13,6 juta RTP. Tanah telah menjadi komoditi langka di banyak daerah pedesaan, karena berbagai hal seperti tingginya tingkat kenaikan jumlah penduduk, desakan industrialisasi, perkebunan dan berbagai pengembangan bisnis yang membutuhkan tanah skala luas. Akibatnya, kebutuhan tanah meningkat, sementara peluang perluasan tanah pertanian semakin sulit selain merambah hutan dan hal ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Selain soal ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah , ada tiga masalah lain dibidang pertanahan yang harus mendapat perhatian khusus pemerintahan SBY – Boediono lima tahun kedepan, yaitu; (1) masih maraknya “mafia pertanahan; (2) Belum tertata dengan baik dan rapinya administrasi pertanahan di Indonesia; (3) Hubungan antara hukum pertanahan nasional dengan hukum adat di bidang pertanahan. Praktek-praktek pemalsuan dokumen kepemilikan (sertifikat/dokumen keabsahan kepemilikan tanah lainnya), ijin penguasaan/pemanfaatan, dilakukan oleh para makelar tanah baik skala kecil maupun skala besar. Para makelar ini melakukan kolusi dengan aparatur pemerintah termasuk oknum-oknum BPN dengan memanfaatkan belum tertata dengan rapi nya administrasi pertanahan di Indonesia (menurut data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) hanya 30% tanah yang sudah bersertifikat di Indonesia). Bahkan, kekuatan “mafia pertanahan” ini pun sampai bisa menembus peradilan yang juga menentukan keabsahan kepemilikan suatu bidang tanah secara hukum apabila objek tersebut disengketakan. Praktek “mafia pertanahan” ini telah merugikan negara sangat besar dari sisi keuangan, dari proses sertifikasi nya juga dari pendapatan pajaknnya karena biasanya mereka merendahkan Nilai Jual Objek Pajak nya (NJOP) apabila objek tanah tersebut hendak dibeli dan dimasukkan ke dalam objek pajak. Dan tentunya ketidakpastian jaminan hukum dalam pemberantasan “mafia pertanahan” ini juga menyebabkan para usahawan berfikir dua kali apabila hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Kelemahan administrasi pertanahan ini juga menjadi salah satu penyebab tingginya kasus pertanahan di Indonesia. Menurut data hasil inventarisasi BPN pada tahun 2006 terdapat 2.810 kasus dan meningkat tajam pada tahun 2007 menjadi 7.491 kasus, terdiri dari 4.581 kasus kategori sengketa, 858 kasus kategori konflik dan 2.052 kategori perkara. Apabila tidak dilakukan terobosan baru dalam penyelesaian sengketa pertanahan maka bisa dibayangkan akan terjadi penumpukkan kasus pertanahan di Indonesia. Sementara terkait dengan hubungan antara hukum pertanahan nasional dan hukum adat, Indonesia merupakan Negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan) secara resmi diakui keberadaannya namun dibatasi dalam peranannya. Supaya terjadi harmonisasi antara hukum pertanahan nasional dan hukum adat dan menjamin kepastian hukum suatu bidang tanah adat maka perlu adanya sertifikasi tanah-tanah adat di seluruh Indonesia, selain itu apabila hal ini dilakukan akan mencegah konflik pertanahan yang didasarkan pada pegangan hukum adat yang berbeda-beda diantara setiap suku bangsa yang ada di Indonesia.

Pada saat yang sama, terdapat masalah penting lainnya dibidang pertanian yaitu kurangnya dukungan dalam penataan produksi. Meskipun dalam wilayah produksi pemerintah kini tengah giat-giatnya memberikan berbagai subsidi kepada petani, pupuk kimia, pupuk organik, alat produksi pertanian juga bantuan permodalan yang memang cukup menggeliatkan kembali usaha di bidang pertanian, namun pembangunan infrastruktur pertanian dan pedesaan seperti irigasi, pembangunan atau perbaikan jalan masih dirasakan kurang dibeberapa daerah. Belum dibangunnya saluran irigasi didaerah-daerah pertanian yang merupakan daerah pengembangan baru menjadi kendala utama tidak berkembangnya pertanian didaerah-daerah tersebut, sehingga pencetakan sawah baru atau lahan pertanian yang baru akan mengalami kesusahan. Dalam wilayah paska produksi, dimana semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar menyebabkan beberapa komoditas hasil pertanian anjlok dan merugikan para petani. Meski begitu, beberapa daerah ditingkat dua memberikan contoh yang baik dengan membuat BUMD yang membeli hasil produksi pertanian dengan patokan harga lebih tinggi dari pasaran. Stabilitas harga komoditas pertanian ini penting untuk tetap dijaga nilai ekonomisnya, karena bagaimana pun apabila masih mempunyai nilai keuntungan tinggi tentunya akan menyerap tenaga kerja dan investasi yang lebih besar disektor pertanian. Karena menurut survei BPS tahun 2001 sekitar 75% petani di pulau Jawa telah berusia di atas 50 tahun dan hanya 12% yang berusia di bawah 30 tahun, hal ini disebabkan oleh penilaian masyarakat bahwa sector pertanian sudah tidak menarik keuntungan lagi bagi mereka.



Peran Pemerintah

Membutuhkan daya dukung dan political will yang besar dari pemerintah untuk merubah paradigma pembangunan yang memprioritaskan pertanian sebagai landasan bagi pembangunan nasional. Secara fundamental sektor pertanian mempunyai empat fungsi bagi pembangunan suatu bangsa, yaitu, (1) mencukupi pangan dalam negeri; (2) penyedia lapangan kerja dan berusaha; (3) penyedia bahan baku untuk industri; dan (4) sebagai penghasil devisa bagi negara. Pemerintahan SBY mendasari setiap langkah pembangunan dengan paradigma pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Di bidang pertanian hal tersebut dijalankan dengan pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perkebunan dan Perikanan. Perbaikan sarana infrastruktur pertanian dan pedesaan, pemberian bantuan subsidi sarana produksi pertanian (pupuk, alsintan, kredit mikro, dll) membuat aktifitas ekonomi di pedesaan mulai menggeliat. Meski masih jauh dari tingkat capaian kesejahteraan, perlahan pendapatan petani mulai meningkat.

Meski seperti itu ketersediaan tanah sebagai prasyarat mutlak dalam sebuah usaha di bidang pertanian dan dukungan permodalan bagi petani masih menjadi titik lemah untuk lebih meningkatkan kemajuan pembangunan di sektor pertanian. Karena meski ada banyak bantuan dari sisi sarana produksi dan infrastruktur pertanian apabila para petaninya tidak mempunyai tanah tidak akan terjadi perubahan atau peningkatan kesejahteraan bagi petani. Mereka hanya akan menjadi buruh tani dengan upah yang sangat murah. Padahal menurut catatan saja setidaknya 44 juta jiwa (atau kira-kira 40% dari total angkatan kerja) bekerja di sektor pertanian.

Pemerintahan SBY sudah mengambil langkah yang sangat tepat untuk mengatasi persoalan di bidang pertanian yaitu dengan mencanangkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang akan mendistribusikan tanah seluas 8,12 juta ha. Program Pembaruan Agraria yang komprehensif tidaklah hanya sekedar distribusi tanah kepada para petani penggarap (utamanya kepada para tuna kisma) tetapi juga disertai dengan peningkatan kualitas keterampilan bertani melalui bimbingan teknis dan kredit yang cukup serta penataan perdagangan ekspor-impor hasil produksi pertanian tentunya hasil produksi pertanian dalam negeri diprioritaskan untuk pemenuhan pangan dan bahan baku industri dalam negeri.

Program Pembaruan Agraria pada akhirnya akan menjadi fondasi yang kokoh bagi perekonomian nasional. Karena dengan tersedianya tanah dan tenaga kerja yang melimpah akan terjadi reinvestasi surplus ke sekitar pertanian-pedesaan. Untuk memperbesar kapasitas ekonomi pedesaan, diperlukan peningkatan pendekatan pembangunan pertanian dari pendekatan produksi pertanian ke pendekatan sistem agribisnis. Dengan pendekatan agribisnis, tidak hanya pertanian primer yang dikembangkan di pedesaan tetapi juga industri hulu pertanian (up-stream agribusiness), industri hilir pertanian (down-stream agribusiness), dan sektor penyedia jasa seperti perkreditan, training-training SDM dan jasa transportasi. Perkembangan industri pertanian di pedesaan ini akan menyerap tenaga kerja yang sangat besar dan akan meningkatkan pendapatan petani.

Untuk lebih memaksimalkan berbagai usaha yang memajukan bidang pertanian pemerintah harus lebih mendorong perusahaan-perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pertanian serta lembaga keuangan (bank milik pemerintah) untuk turut serta secara aktif dalam program ini, antara lain dengan:

1. Optimalisasi peranan Dewan Ketahanan Pangan yang diketuai oleh Presiden dan beranggotakan 12 departemen dan 4 LPND, Karena fungsi lembaga ini sangat strategis untuk memberikan Mainstreaming atau pengarusutamaan yang bersifat arahan dan koordinasi antar departemen/lembaga pemerintahan lainnya, sehingga efektifitas capaian kerja dapat terjadi dalam menjadikan bidang pertanian sebagai landasan pembangunan ekonomi nasional.

2. Keberhasilan Bulog menjalankan fungsinya sebagai stabilisator harga beras patut diapresiasi dengan baik oleh kita semua, sebagai perusahaan yang berada di front line dalam menjaga stabilitas politik pangan dalam negeri, fungsi Bulog layak untuk kembali menjadi stabilisator harga barang kebutuhan pokok lainnya, seperti jagung, kedelai. Namun demikian dalam periode pemerintahan ke depan, Bulog perlu mengembangkan pembangunan pabrik pengolahan komoditi pertanian serta pemanfaatan aset yang dimilikinya untuk pengembangan industri pertanian. Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, Bulog perlu memperbaiki manajemen distribusi yang modern, terutama dalam mendistribusikan beras untuk rakyat.

3. Sebagai perusahaan strategis yang menjaga stabilisator harga beras, keamanan dan kontinuitas suplai beras haruslah dijaga. Untuk menjaga itu Bulog harus membangun atau bergerak di industri hulu dan hilir dalam bidang pertanian pangan. Perlu dipertimbangkan kemungkinannya Bulog setelah itu hanya membeli Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling dari petani, yang memungkinkan terjaminnya harga ditingkat petani sekaligus memaksa Bulog cepat berkembang kearah industri yang berorientasi ekspor.

4. Selain mempunyai peran sebagai perusahaan yang melayani kepentingan masyarakat, Bulog sebagai perusahaan profesional haruslah mencari keuntungan. Banyak peluang dari potensi Bulog sendiri dan potensi eksternal yang bisa dikembangkan Bulog. Dengan aset yang besar, mobilitas distribusi pangan yang tinggi, SDM yang berada disemua wilayah NKRI serta banyak potensi lainnya yang bisa dikembangkan untuk menjadi usaha profesional Bulog ke depan.

5. Perusahaan perbankan milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BNI, BRI serta perusahaan-perusahaan bank atau keuangan milik pemerintah daerah juga perusahaan perbankan swasta harus lebih di dorong untuk membuka ruang yang lebar pada bidang pertanian dengan disertai berbagai kemudahan yang tidak memberatkan bagi kreditur tapi juga aman bagi perbankan itu sendiri. BRI yang telah mempunyai trade mark sebagai bank pedesaan harus lebih meningkatkan usahanya di bidang pertanian dan pedesaan untuk menarik minat investor lainnya.

6. Untuk lebih meningkatkan usaha dibidang pertanian tidak cukup dengan hanya mendorong perbankan saja, akan lebih baik apabila pemerintah membentuk lembaga keuangan mikro yang bergerak langsung di pedesaan yang bisa membantu meningkatkan usaha taninya dan mengobati para petani dari jeratan pengijon dan tengkulak.



(Ferry Joko Juliantono, Ketua Umum Dewan Tani Indonesia, Aktivis Gerakan Petani.)

baca semua...

Panitia Tidak Perlu Seragam Baru

Radar Madiun
Rabu, 07 Oktober 2009

MADIUN - Inspeksi mendadak (sidak) kesiapan Pilkades serentak di Kabupaten Madiun berlanjut. Kemarin (6/10), Hadi Sutikno, Kabag Pemdes dan Darsono, Asisten Pemerintahan kembali mendatangi sejumlah desa. Mereka menemukan anggaran Pilkades yang melebihi imbauan Pemkab Madiun yakni maksimal tujuh kali subsidi atau Rp 49 juta.

Beberapa disidak diantaranya, Desa Sendangrejo dan Sirapan yang berada di Kecamatan Madiun. Juga, Desa Ngepeh, Klumutan dan Sambirejo di Kecamatan Saradan. Selain itu sidak juga dilakukan di Kecamatan Wungu dan Dagangan.

Hadi Sutikno mengatakan, pihaknya sudah melakukan sidak pada 70 persen kecamatan di Kabupaten Madiun yang akan menggelar Pilkades pada 25 Oktober mendatang. Data sementara dari hasil sidak tim, 20 persen desa anggarannya masih melebihi Rp 49 juta. ''Kami sudah sarankan yang 20 persen itu untuk melakukan efisiensi. Jangan berlebihan dalam merencanakan anggaran,'' katanya, kemarin.

Menurutnya, saat ini masih ada waktu untuk melakukan musyawarah kembali dengan BPD merumuskan efisiensi. ''Tapi saya minta secepatnya bisa diubah'' ungkapnya. Saat sidak di Desa Sendangrejo misalnya, panitia menjelaskan besaran anggaran Pilkades mencapai Rp 55 juta. Jumlah itu, melebihi imbauan Pemkab Madiun. Hingga hari terakhir pendaftaran tahap pertama kemarin, belum ada calon yang daftar. Panitia harus membuka lagi tahap kedua. ''Saya cek anggarannya memang ada hal yang seharusnya tidak perlu tetapi dimasukkan. Diantaranya pengadaan seragam dan anggaran konsumsi,'' tambah Hadi Sutikno.

Dikatakan, anggaran pengadaan seragam juga ditemukan saat sidak di Desa Tiron, Kecamatan Madiun. Hadi mengimbau bujet seragam baru menambah anggaran. Oleh karena itu, ditekankan agar panitia tidak memasukkan pos tersebut. ''Tidak perlu kan agenda Pilkades harus mengadakan seragam baru.''ujarnya.

Selain soal seragam, Hadi juga menyentil anggaran konsumsi, pengadaan perlengkapan terop dan jasa angkut konstituen khususnya di daerah terpencil. Serta anggaran untuk kampanye. Berdasar hasil sidak, ada yang jumlahnya terlalu berlebihan.

Ditanya soal aturan batas maksimal anggaran Pilkades dan beban yang harus ditanggung bakal calon, Hadi mengatakan langkah itu ke depan akan diadakan. Namun, menunggu pengesahan RUU tentang Desa dan Pembangunan Desa. ''Menunggu RUU itu disahkan. Takutnya kami sudah buat Perda tapi muncul UU baru kan repot harus ganti lagi,'' jelasnya.

Sidak kemarin tak hanya menemukan desa yang anggaran Pilkades-nya di atas Rp 50 juta Di Desa Ngepeh, Hadi terlihat tersenyum karena anggarannya hanya Rp 34,5 juta dengan jumlah pemilih 1.114 orang. ''Cukup bagus. Ada poin penting, seragam masuk pos anggaran jadi jumlahnya tidak membengkak,'' jelasnya di hadapan panitia Pilkades Ngepeh.

Suratmin, kepala panitia Pilkades Ngepeh mengatakan, pihaknya memang tidak menyediakan anggaran seragam. Saat rapat dengan BPD disepakati seragam itu solusinya bisa meminjam atau menyewa. ''Bisa menekan anggaran. Seragam itu tidak perlu karena biayanya besar. Lebih baik menyewa kan biayanya murah,'' ungkapnya.

Diakatakan, jumlah Rp 34,5 juta itu sudah melalui tahapan revisi. Sebab, pada pertemuan pertama disepakati Rp 39 juta. Karena berbagai pertimbangan maka dilakukan pengeprasan anggaran mulai dari pengadaan terop, konsumsi sampai pengadaan seragam. ''Pemilih yang jumlahnya sedikit dibuat anggaran besar, itu kan malah kelihatan lucu. Kami berupaya untuk membuat sewajarnya,'' jelasnya.

Sementara itu, untuk Desa Klumutan mendapatkan toleransi menggunakan biaya yang jumlahnya mencapai Rp 75 juta. Karena ada pertimbangan jumlah pemilih yang mencapai 6.900 orang serta luas wilayah. (ota/irw)

baca semua...

Anggaran Maksimal Rp 49 Juta

Radar Madiun
Selasa, 06 Oktober 2009

Pemkab Keluarkan Imbauan Tujuh Kali Subsidi

MADIUN - Sorotan DPRD soal tingginya anggaran Pilkades di Kabupaten Madiun ada benarnya. Di Desa Tiron dan Sirapan, Kecamatan Madiun misalnya, kebutuhan dana untuk sekali hajatan demokrasi tingkat desa itu, lebih dari Rp 50 juta.

Desa Tiron dengan jumlah pemilih sesuai dengan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebanyak 4.150 pemilih misalnya, membutuhkan dana sekitar Rp 100 juta. Ninik Agustri Silistyowati, pejabat sementara Kades setempat mengatakan, dari Rencana Anggaan Biaya (RAB) itu, subsidi dari desa sebesar Rp 2 juta. Tambahan lain dari Pemkab Madiun, sebesar Rp 7 juta. Sedangkan sisa biaya lain dibebankan kepada bakal calon Kepala Desa. ''Saya tidak bisa merinci untuk apa saja, itu kewenangan panitia,'' kilahnya, ditemui Radar Madiun, kemarin (5/10).

Hanya, kata dia, sepengetahuannya ada anggaran untuk honorarium panitia yang berjumlah 20 orang, 31 personel linmas dan Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP) di setiap RT sebanyak 20 orang. Ninik mengatakan, RAB itu sudah ditetapkan final oleh panitia yang bakal dipertanggungjawabkan ke Badan Pemusyawaratan Desa (BPD). ''Saat penyusunan RAB itu saya sudah imbau untuk bisa efisien. Ya kurang lebih besarnya Rp 100 juta,'' kata Sekdes Tiron itu.

Kondisi RAB di Desa Sirapan juga berada di atas Rp 50 juta. Ngadi, ketua panitia Pilkades setempat mengatakan, disepakati BPD dan tokoh jumlah anggarannya sebesar Rp 64.735.000. Jumlah pemilih yang tercantum dalam DPS Pilkades sebanyak 2.900 orang. Dikatakan, anggaran final itu sempat dilakukan revisi. Rancangan anggaran sebelumnya, Rp 71 juta. Namun, karena ada ada yang kurang sependapat maka dikepras menjadi Rp 64.735.000. ''Jumlah itu sudah disepakati dengan BPD dan menurut panitia sudah maksimal dalam hal efisiensi,'' jelasnya

Ngadi sempat membeberkan RAB final Pilkades Desa Sirapan. Diantaranya dialokasikan untuk kesekretariatan Rp 4.450.000. Itu meliputi perlengkatan alat tulis Rp 750 ribu, pengumuman pendaftaran Rp 500 ribu, surat undangan pemilih Rp 300 ribu, kartu suara Rp 1,5 juta, pembuatan daftar pemilih Rp 500 ribu dan pembuatan SPJ Rp 500 ribu.

Ada juga pos untuk perlengkapan Rp 7,5 juta. Diantaranya untuk pembuatan kotak dan bilik suara Rp 1 juta. Panitia juga menganggarkan konsumsi Rp 7,5 juta. Untuk umum Rp 5,9 juta. Sedangkan pos anggaran lainnya untuk honorarium Rp 33 juta. ''Model rincian RAB Desa Sirapan ini hampir sama dengan desa lain,'' tambah Ngadi.

RAB final itu belum dipotong subsidi yang diberikan Pemkab Madiun. Besar subsidi yang didapatkan Rp 6 juta. Dikatakan, pihak desa tidak mengalokasikan subsidi sama sekali. Alias, jika turun subsidi Rp 6 juta, maka jumlah akhir Rp 57 juta itulah yang harus ditanggung bakal calon. ''Itu sudah kesepakatan,'' jelasnya.

Dia menambahkan, untuk sementara ini belum ada bakal calon satupun yang mendaftar. Ini cukup menarik karena batas akhir pendaftaran tahap pertama berakhir hari ini atau 6 Oktober. Informasi, kuat dugaan hanya ada satu calon yang bakal mendaftar di desa itu. ''Jika ada satu yang mendaftar, besar tanggung sumbangan yang harus dibayarkan sejumlah itu (Rp 57 juta, Red),'' ujarnya.

PEMKAB SIDAK KE DESA

Sementara itu, Pemkab Madiun langsung menyikapi serius tingginya RAB Pilkades di sejumlah desa. Kemarin, mendadak Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes) membuat imbauan besar RAB itu besarnya maksimal tujuh kali dari subsidi yang diberikan Pemkab Madiun. Mereka mengasumsikan, jika subsidi maksimal dari pemkab Rp 7 juta, maka besar RAB itu maksimal Rp 49 juta.

Pemkab juga langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa desa. Sidak di wilayah Kabupaten Madiun utara dilakukan Hadi Sutikno, Kepala Bagian Pemdes. Sedangkan, wilayah selatan dilakukan Darsono, Asisten Pemerintahan. ''Kami sidak untuk memantau RAB di beberapa desa,'' ujar Hadi Sutikno.

Dikatakan, selain melakukan sidak, pemkab juga memberikan surat edaran (SE) berupa imbauan maksimal RAB itu tujuh kali besaran subsidi. Kebijakan diambil setelah melalui kajian. Diantaranya, agar pihak desa tidak jor-joran atau berlebihan dalam penggunaan anggaran. Catatan lain, semua pihak harus berkaca pada tragedi bencana alam gempa di Sumatera. ''Tidak usah berlebihan, harus bisa seefisien mungkin,'' jelasnya.

Salah satu desa yang dipantau adalah Desa Tiron, Kecamatan Madiun. Dikatakan, setelah memeriksa RAB, pihaknya langsung meminta untuk dilakukan efisiensi. Sebab, diduga ada beberapa pos anggaran yang nominalnya berlebihan. ''Saya langsung imbau untuk mengubah RAB itu dan melakukan efisiensi,'' ungkapnya.

Namun, diakuinya ada kelemahan mendasar soal RAB. Hadi mengatakan, tidak ada regulasi atau dasar hukum yang mengatur ketentuan besar RAB dan sumbangan bakal calon. Sementara ini patokannya hanya berada di Peraturan Bupati Nomor 20 tahun 2007 dan Perda Nomor 4 tahun 2007. ''Kami memerlukan regulasi baru seperti Perbup yang cakupannya bisa mengatur ketentuan RAB. Posisi kita sekarang ini hanya bisa memberikan imbauan.''jelasnya. (ota/irw)

baca semua...

Pemkab Harus Buat Aturan

Radar Madiun
Selasa, 06 Oktober 2009

Fenomena politik lokal, gelaran Pilkades di Kabupaten Madiun yang membutuhkan anggaran tak sedikit, menarik perhatian akademisi. Retno Iswati, dosen Ilmu Pemerintahan, Fakultas ISIP Unmer Madiun mengatakan, fenomena itu adalah salah satu indikasi kemunduran demokrasi.

Alasannya, hal mendasar dari proses demokrasi adalah semua kedaulatan ada di tangan rakyat. Melihat perencanaan anggaran Pilkades yang serentak di 61 desa pada 25 Oktober, seolah menjadi bukti mahalnya sebuah demokrasi. Maksudnya, kata Retno, untuk menjadi seseorang yang dipilih menduduki jabatan kepala desa perlu bujet besar. ''Para bakal calon itu seakan dipaksa masuk dalam sistem yang salah. Mereka yang menjadi Kades kan rakyat biasa, tapi harus dibebani biaya yang tidak sedikit jumlahnya,'' ujar Retno, kepada Radar Madiun, kemarin.

Lulusan S-2 UGM Jogjakarta itu mengatakan, kesan yang tergambar dalam hajatan demokrasi di tingkat desa, mereka yang memiliki uang banyak bisa berpartisipasi. Sebaliknya, yang berada dalam ketidakberdayaan bakal tereliminasi. Padahal, belum tentu rekam jejak bakal calon yang memiliki banyak uang itu bagus. Sebaliknya, ada lagi tokoh yang baik dalam hal kapabilitas dan kemampuan namun tersisih gara-gara tidak punya uang. ''Fenomena ini harus diperhatikan secara seksama, perlu ada pemikiran bersama untuk mengembalikan pada rel yang benar,'' jelasnya.

Ke depannya, lanjut Retno, Pemkab Madiun harus membuat regulasi khusus agar desa yang posisinya sebagai ujung tombak bisa menjadi contoh baik sebuah demokrasi. Apalagi, kata Retno, diduga begitu kental Pilkades tercemari praktik money politics. ''Jangan sampai kepala desa yang terpilih akibat sistem itu, ujung-ujungnya berorientasi uang ketika menjabat. Kita tidak ingin pemimpin dari ujung tombak pemerintahan ini punya mental seperti itu,'' ungkapnya. (ota/irw)

baca semua...

RAB Pilkades Selangit

Radar Madiun
Senin, 05 Oktober 2009 ]
Capai Rp 50 Juta-Rp 100 Juta, Dewan Minta Efisiensi

MADIUN - Kalangan DPRD meminta panitia pemilihan kepala desa (pilkades) tidak jor-joran dan efisien menyiapkan anggaran. Pasalnya, hasil pantauan legislatif di sejumlah desa, besaran rencana anggaran biaya (RAB)-nya selangit. Tak tanggung-tangung, jumlahnya mencapai Rp 50 juta - Rp 100 juta.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Madiun Joko Setijono mengaku sempat mengecek langsung RAB beberapa desa beberapa waktu lalu. Dan, ia menemukan besaran anggaran yang dinilainya terlalu besar. Karena itu, pihaknya meminta panitia pilkades melakukan langkah efisiensi.

Alasannya, jika RAB itu tetap diberlakukan, maka imbasnya pengeluaran bakal calon cukup banyak. ''Saya sampai geleng-geleng kepala melihat RAB antara lima puluh juta sampai seratus juta. Nah, masalahnya di sini jika RAB besar, beban biaya yang dikeluarkan jago (bakal calon, Red) tinggi pula,'' terang politisi dari PKB itu.

Mengapa demikian? Data dia, biaya penyelenggaraan pilkades itu sebenarnya ditanggung bakal calon. Sebab, dari persentase budget anggaran, bakal calon lah yang punya posisi dominan dalam mengisi biaya penyelenggaraan. Hal itu diketahui saat RAB dicek, jumlah anggaran yang dialokasikan pihak desa setempat cukup kecil. Ditambah adanya subsidi dari Pemkab Madiun yang besarnya sedikit, antara Rp 5 juta- Rp 7 juta.

Jika diasumsikan beban penyelenggaraan pilkades Rp 100 juta, dengan subsidi dari desa Rp 5 juta dan Pemkab Madiun Rp 5 juta, bakal calon siap-siap saja mengeluarkan biaya selangit. ''Semuanya tergantung banyaknya calon yang masuk di bursa pilkades. Jika banyak ya bisa berkurang budget-nya. Nah, jika jagonya sedikit itu yang menjadi persoalan. Kasihan nanti mereka yang tidak terpilih,'' kata Joko.

''Memang biaya besar itu menurut pengakuan beberapa bakal calon itu sudah risiko yang harus ditempuh dalam pemilihan langsung. Tapi, seharusnya dipikirkan cara untuk menekan biaya besar RAB itu. Kan bisa pangkas beberapa pos anggaran yang kurang berguna,'' sambungnya.

Joko menambahkan, ada suatu bentuk kekhawatiran moral dari DPRD jika melihat fakta seperti itu. Diharapkan, panitia bisa secepatnya mengambil langkah untuk melakukan efisiensi anggaran. ''Secepatnya lah dilakukan efisiensi. Dalam kondisi seperti ini, jor-joran anggaran itu tidak perlu dilakukan. Panitia pilkades harus melakukan perencaaan yang baik,'' jelasnya.

Sementara, soal kecilnya subsidi dari Pemkab Madiun, Joko mengatakan posisi, anggaran sudah baku alias tidak mungkin ada penambahan lagi. Posnya, kata dia, sudah masuk di APBD 2009. Besarnya subsidi itu menyesuaikan kondisi kauangan daerah. ''Saya juga mendengar ada aspirasi segera ditambah lagi subsidinya. Tapi itu sudah tidak bisa. Kita tidak bisa seenaknya memberikan subsidi tambahan tanpa adanya pos anggaran yang jelas,''jelasnya.

Joko mengatakan, pihak DPRD tidak bisa meminta Pemkab Madiun memberi tambahan. Solusinya, jika ada pilkades serempak tahun depan, baru bisa diperjuangkan untuk menambah jumlah subsidi.

Dia menambahkan, alat kelengkapan dewan sebelum pelaksanaan pilkades 25 Oktober secepatnya bisa terbentuk. Dengan terbentuknya alat kelengkapan seperti komisi A yang membidangi pemerintahan, bisa membantu mengatasi sejumlah persoalan dan sengketa pilkades. ''SK gubernur untuk pengesahan pimpinan definitif sudah kami terima hari Rabu (30/9) lalu. Jadi, kami secepatnya menggelar paripurna untuk pengesahan pimpinan dewan sekaligus mengesahkan tata tertib dan alat kelengkapan DPRD,'' paparnya.

Sebelumnya, Hadi Sutikno, Kepala Bagian Pemerintahan Desa, Pemkab Madiun, mengatakan bahwa pemkab hanya mampu menyubsidi dana Rp 5 juta - Rp 7 juta kepada 61 desa yang akan menggelar pilkades. ''Kami memang tidak bisa memberikan banyak subsidi,'' ujarnya.

Dikatakan, anggaran subsidi tahun ini hampir sama dengan pelaksanaan pilkades 2008 lalu. Saat itu, setiap desa mendapat bantuan Rp 5 juta. Bedanya, tahun ini pemkab memberikannya berdasarkan kategori. Untuk jumlah pemilih hingga 1.500 orang, subsidinya Rp 5 juta.

Sedangkan bagi desa dengan pemilih hingga 3.000 orang, dananya Rp 6 juta. Sementara, yang jumlahnya lebih dari itu Rp 7 juta. Total subsidi yang akan digelontorkan mencapai Rp 370 juta. (ota/isd)

baca semua...

Pilkades Banaran








Pilkades Banaran telah dilaksanakan dan dari hasil perhitungan Komari mendapat 1.098 suara, Ahmadi 660, dan 11 suara tidak sah. Dari hasil itu maka Komari dipercaya oleh warga desa Banaran sebagai Kepala Desa. Selamat semoga diberi kemudahan, kelancaran, dan sukses dalam mengemban tugas yang mulia ini.

baca semua...