Radar Madiun
Selasa, 06 Oktober 2009
Fenomena politik lokal, gelaran Pilkades di Kabupaten Madiun yang membutuhkan anggaran tak sedikit, menarik perhatian akademisi. Retno Iswati, dosen Ilmu Pemerintahan, Fakultas ISIP Unmer Madiun mengatakan, fenomena itu adalah salah satu indikasi kemunduran demokrasi.
Alasannya, hal mendasar dari proses demokrasi adalah semua kedaulatan ada di tangan rakyat. Melihat perencanaan anggaran Pilkades yang serentak di 61 desa pada 25 Oktober, seolah menjadi bukti mahalnya sebuah demokrasi. Maksudnya, kata Retno, untuk menjadi seseorang yang dipilih menduduki jabatan kepala desa perlu bujet besar. ''Para bakal calon itu seakan dipaksa masuk dalam sistem yang salah. Mereka yang menjadi Kades kan rakyat biasa, tapi harus dibebani biaya yang tidak sedikit jumlahnya,'' ujar Retno, kepada Radar Madiun, kemarin.
Lulusan S-2 UGM Jogjakarta itu mengatakan, kesan yang tergambar dalam hajatan demokrasi di tingkat desa, mereka yang memiliki uang banyak bisa berpartisipasi. Sebaliknya, yang berada dalam ketidakberdayaan bakal tereliminasi. Padahal, belum tentu rekam jejak bakal calon yang memiliki banyak uang itu bagus. Sebaliknya, ada lagi tokoh yang baik dalam hal kapabilitas dan kemampuan namun tersisih gara-gara tidak punya uang. ''Fenomena ini harus diperhatikan secara seksama, perlu ada pemikiran bersama untuk mengembalikan pada rel yang benar,'' jelasnya.
Ke depannya, lanjut Retno, Pemkab Madiun harus membuat regulasi khusus agar desa yang posisinya sebagai ujung tombak bisa menjadi contoh baik sebuah demokrasi. Apalagi, kata Retno, diduga begitu kental Pilkades tercemari praktik money politics. ''Jangan sampai kepala desa yang terpilih akibat sistem itu, ujung-ujungnya berorientasi uang ketika menjabat. Kita tidak ingin pemimpin dari ujung tombak pemerintahan ini punya mental seperti itu,'' ungkapnya. (ota/irw)
Waktu / Jam
Hari & Tanggal
Pesan Warga Banaran
Penerjemah 12 bahasa
Daftar Isi :
- Administrator Blog Desa Banaran (1)
- Afrika Selatan Menjelang WC-2010 (1)
- Ahmadi mewakili Kelompok Tani (1)
- Amaliah Gus Dur (1)
- Anggaran Pilkades (2)
- Bakar Jagung di Hongkong (1)
- Bersepeda dengan KH Qosim (1)
- Bill Gates dan Xerox (1)
- Bintang Baru Mart (1)
- dan Menteri (1)
- Demo di Hongkong (1)
- Demokrasi mahal ? (1)
- Denmark (1)
- Foto di dalam Ka'bah (1)
- Foto DN dan LN (1)
- HBH WBC (1)
- Hikmah membaca Al-Qur'an (1)
- Instalasi Biogas (1)
- Ir. Sukarji (1)
- Jadwal Piala Dunia 2010 (1)
- JAHE - Tanaman Obat (1)
- Kades Banaran 1975-1990 (1)
- Kecintaan Ukasyah kepada Rasulullah SAW (1)
- Kelompok Tani Mardi Mulyo (1)
- Khittah Ekonomi Kerakyatan NU (1)
- Kiyai Gaul (1)
- Kyai Sahal Mahfudh dan Gus Mus Hadiri Ta'aruf PBNU (1)
- Lomba Desa (1)
- Masjid Nabawi (1)
- Masjid Pertama akan Dibangun di Copenhagen (1)
- Menukar Rupiyah dengan Riyal (1)
- MM (1)
- Para Kades/Lurah Banaran (1)
- Pertanian (1)
- Pertanian sebagai Landasan Ekonomi (1)
- Pesan Gus Dur (1)
- Pilkades Banaran (1)
- Poligami Rasulullah (1) (1)
- Poligami Rasulullah (2) (1)
- Pramex dan MJ (1)
- Presiden (1)
- Rumah Nabi (1)
- Rumah Paling Utara (1)
- Seragam Panitia (1)
- SMP Terbuka (1)
- SP2010 (1)
- UU Lalin 22/2009 (1)
- Wapres (1)
Pemkab Harus Buat Aturan
Posted by
Desa Banaran
on Tuesday, October 6, 2009
Labels:
Demokrasi mahal ?
Pesan Warga Banaran
Profile Desa Banaran
- Desa Banaran
- Madiun, Jawa Timur, Indonesia
- Banaran adalah sebuah desa di Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. Secara geografi sebelah utara dan timur berbatasan dengan desa Klorogan Kecamatan Geger, sebelah selatan dan tenggara desa Bangunsari Kecamatan Dolopo dan sebelah barat desa Singgahan Kecamatan Kebonsari. Dulu ketika kita menyebut Banaran, maka orang akan mengira Banaran yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Ngawi Jatim dengan Kabupaten Sragen Jateng (sekitar Mantingan). Bagi yang sering bepergian Yogyakarta-Semarang, maka antara Magelang-Semarang ada coffee terkenal milik PTPN dengan nama Banaran Coffee. Sekarang mungkin sudah berubah seiring dengan berkembangnya masyarakat dan desa Banaran.
0 comments:
Post a Comment